Sabtu, 30 Mei 2015

Behind The Scene of My Blog Post



 


Bagi sebagian blogger, menulis itu itu gampang. Tapi tidak untuk saya. Menurut saya, menulis itu adalah berada diantara gampang-gampang susah, atau susah-susah gampang. Kadang-kadang kata-kata itu meluncur dari kepala saya menjadi kalimat-kalimat yang tersusun menjadi paragraf-paragraf menjadikannya sebuah uraian yang kemudian saya posting di blog. Tapi ada kalanya juga tidak ada satu kata pun yang dapat saya tuliskan menjadi sebuah kalimat. Ketika itu terjadi, berasa sudah stres aja, keinginan untuk menulis ada, tapi apa yang akan di tulis tidak ada. 

Jadi? Bagaimana prosesnya kok bisa (kadang-kadang) jadi sepanjang itu postingnya?

Jadi begini ceritanya, karena saya belum mahir posting, maka ada beberapa tahapan yang mesti dilalui.

1.     Ide Posting. Ini yang paling susah. Bagi saya, ide itu kadang-kadang bisa muncul dimana saja, kapan saja, saat dengan siapa saja, saat sedang melakukan apa saja. Atau kebalikannya, sedang tidak melakukan apapun. Parahnya ketika saya sedang mati ide, tidak ada satupun yang terpikir di kepala. So, how? Disini saya mengandalkan hp dan manual note alias buku catatan biasa yang terbentuk dari kumpulan kertas bukan note elektronik. Jadi, ketika saya memiliki ide untuk posting blog, maka saya akan tuliskan ide itu beserta poin-poin pembahasannya di salah satu perangkat note. Tapi biasanya jika saya sedang berada di luar, tidak membawa buku catatan, ide itu akan saya tulis di memo hp, setelah sampai dirumah, ide itu akan saya coba jabarkan sedikit di notes manual saya, selanjutnya akan dieksekusi saat mood menulis muncul. Mengapa harus menunggu mood? Itulah jeleknya saya, ketika saya memaksakan diri untuk melakukan posting sementara kepala sedang tidak ada isinya, maka postingan saya hanya akan berisi kalimat random yang dipaksa menjadi satu paragraf.

2.   Foto. Ide dan foto biasanya saya lakukan dengan waktu yang hampir bersamaan. Ketika satu ide muncul, biasanya dibarengi dengan ide foto apa yang akan saya gunakan. Jadi hp pun disulap untuk dapat melakukan multitasking. Tentunya saya tulis juga di notes saya foto apa yang akan saya gunakan untuk posting ide tersebut. Saya berusaha menggunakan foto hasil jepretan saya sendiri. Oleh karena itu, saya berusaha melakukan sedikit editing dan watermark dengan menggunakan Photoshop sebisa saya atau minta bantuan suami yang lebih mahir editing dengan Photoshop.

3.   Membuat draft dalam Word Document. Saya terbiasa membuat draft sebelum melakukan posting. Draft itu saya ketik di word document saat kepala saya mampu melakukan konsentrasi penuh. Fungsi dari draft ini adalah menjaga saya untuk tetap berkonsentrasi dan tidak keluar dari jalur. Menjaga juga kalau-kalau saya mati ide di tengah-tengah perjalanan menulis, sehingga dapat saya lanjutkan lain waktu.  

4.    Darurat Posting. Ini termasuk dalam kasus khusus. Saya sebut darurat posting karena saya dibatasi oleh deadline. Misalnya, saya ikut berpartisipasi dalam challenge tertentu atau giveaway yang sudah pasti memiliki tanggal deadline. Jadi bagaimana? Dengan saya yang masih bergantung dengan mood dan angin-anginan untuk posting ini? Hehehe. Sudah tentu tahapannya sama seperti yang sudah saya sebutkan, cuma bedanya, temanya sudah ada. Jadi saya tinggal mencari ide yang sesuai dengan tema. Karena tema sudah ditentukan, untuk fotonya akan saya usahakan memakai foto sendiri dengan cara membongkar-bongkar galeri foto-foto saya. Tapi kalau saya tidak memiliki foto yang sesuai tema, maka saya akan menggunakan gambar yang saya dapat dari SEO dengan mencantumkan asal gambar pada captionnya.

Bagaimana? Apakah behind the scene versi saya dapat menginspirasi? Kalaupun nggak juga nggak apa-apa, namanya juga usaha.

Sepertinya itu aja. Jadi begitulan ceritanya sebelum terbentuk posting-posting saya. bagaimana dengan teman-teman? Adakah yang seperti saya? share donk 

Note:

Posting ini saya ikutkan dalam IHB May Blog PostChallenge. Yuk ikutan tantangan  indonesian-hijabblogger.com ini, ada hadiah menarik untuk 3 tulisan terbaik lho, jangan sampai ketinggalan ya, maksimal tgl 31 Mei 2015

Kamis, 28 Mei 2015

If I was One of The BEC Administrators


 
BEC


Same with other members, a few times I did check the BEC blog to know the theme of this week. But it turns out admin BEC is holding a giveaway. Since I am not an idealistic person with vision or mission, just go with the flow. So, what would I do if I was one of the BEC administrators? Maybe I will be busy browsing or searching for inspiration about what topics are suitable and interesting to be in a weekly challenge. Then, busy blog walking to member’s submissions and make a weekly recap as a result for the next week. What a busy week! Therefore, I am personally very appreciate the hard work of the BEC team is willing to take their time a few minutes away from overall their business to keep BEC exist.

Selasa, 26 Mei 2015

EF#20: From Lip Service to Learning Service




Starting relationships with others is not easy. At least we must have one thing in common or similarity that makes us connect with new people who will be in a relationship with us. This applies in general, both with people who later became a best friend, boyfriend, husband, or maybe just friends. Because that one thing in common will make us easier to communicate with others.

Then, what if we do not have any similarity with those who will be in a relationship with us? It will be our homework. As it turns out we have to make efforts to get closer to us with these people. Efforts that may be done is to find out the interest of those who will be our approach. Once we know it, we can make the interest as an ingredient to communicate. Then, what if the interest of people who would we approach proved to be outside of our capacity to understand it? We can meet directly with a standard preamble to initiate communication. Yes, although the standard pleasantries sometimes more difficult to do for some people, including me. Hehehe.

It will be even harder when we are going to try to enter in a certain group. For example, my experience as a new employee in my office three years ago. It all starts with lunch and a standard preamble. Next conversation will flow by itself. Somehow, my adaptation process as a new employee at that time fairly quickly. Maybe because the other person or my opponent in communication is also having an open personality. So with a standard preamble can deliver them to tell about themselves to me.

In my office, I was the youngest employee, so I hung out with the elders. And it was not as difficult as I imagined, because our characters may be the same, so we were comfortable exchanging ideas about anything. About news, works, families, parents, children, home, education, anything. Because of relationship with people who are older than me, made me learn many things from their experiences. I also feel comfortable asking their opinion about what I faced at the time and make it as the basis for my decision making.

That is, the effect of the relationship between co-workers, starting from small talk at lunch that led my colleagues tell about them and certainly made me a lot to learn through their experiences. I was very pleased to have the opportunity to meet and share stories with those great people. Although I was no longer working with them and it may be difficult for me to meet them, but I am still grateful to have known them. They have an important role in my life who taught me to see the world through different viewpoints. I will miss them and our moments together.

This is my story about relationship effect in my office, where’s yours?


Note:
This is my late submission (again and again) because I was so busy crafting and packing for my online shop, so I just spending my time for doing it than doing a submission. So sorry, hope I will not late again next time

Senin, 25 Mei 2015

Olanatics.com 1st Giveaway: Steal The Look



Sebagai wanita, termasuk saya, terkadang (masih) terlalu sibuk mematut-matut diri di depan cermin dengan memadu-padankan pakaian, ingin terlihat seperti si A yang cocok memakai pakaian jenis tertentu, atau ingin seperti si B dengan gayanya yang begitu, seperti si C, si D dan lain-lain yang secara tidak langsung kita jadi kehilangan bagaimana sebaiknya berpakaian yang nyaman sesuai dengan diri kita sendiri. Pendek kata, kita jadi kehilangan identitas dalam berpakaian.

Sebagai seorang muslimah, berpakaian sesuai dengan syariat adalah wajib hukumnya. Khususnya secara islami dengan menggunakan pakaian muslimah. Pakaian muslimah menurut syariah agama Islam adalah pakaian yang tidak menonjolkan lekuk tubuh wanita, tidak ngepas di badan, mengulurkan hijab hingga menutupi dada, meninggalkan pakaian yang dapat membuat kita menyerupai laki-laki, menggunakan celana misalnya. Berpakaian dengan menggunakan pakaian muslimah dapat menunjukkan identitas kita sebagai seorang yang muslim, menunjukkan ketaatan kita pada ketetapan Allah, bahwa Allah berusaha melindungi kita sebagai wanita yang berharga melalui pakaian muslimah.

Tetapi sebenarnya, berpakaian menurut saya, tidaklah (harus) menirukan gaya berpakaian orang lain seperti yang saya kemukakan di awal, tentunya tetap dalam koridor pakaian muslimah. Maksud saya, berpakaianlah yang nyaman sesuai dengan bagaimana diri kita ingin diperlakukan, berpakaianlah sesuai dengan tempatnya, sesuai dengan acaranya. Untuk apa menirukan gaya berpakaian orang lain jika kita sendiri tidak merasa nyaman menggunakannya.

Berpakaian sesuai dengan bagaimana diri kita ingin diperlakukan adalah cara berpakaian yang sopan, menghargai diri kita sendiri sebagaimana kita ingin menghargai orang lain. Dengan memakai pakaian muslimah, kita dapat menunjukkan bahwa kita sangat ingin melindungi apa yang menjadi milik kita sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah, bahwa kita adalah wanita yang berharga dan hanya menunjukkannya kepada siapa yang akan menjadi mahram kita. Bukan untuk menjauhkan diri kita dari kehidupan sosial, tidak, justru kita akan dihargai atas pilihan yang telah kita jalani. Dan sudah tentu teman-teman kita pun akan memahami, karena disitulah proses toleransi beragama, dimana setiap penduduk bebas menentukan pilihan dan bertanggung jawab atas pilihannya. 

Berpakaian sesuai dengan tempatnya dan berpakaian sesuai dengan acaranya adalah memposisikan diri kita dan pakaian kita sesuai dengan tempat dan acara yang kita datangi. Pakaian yang kita gunakan untuk sekedar nge-mall dan pakaian untuk menghadiri acara resepsi sudah tentu berbeda kan? Itulah yang saya sebut menghargai si pemilik acara yang mengundang kita. Setidaknya kita tahu dan dapat membedakan pakaian yang bisa dipakai di acara santai, semi-formal ataupun formal.



Berpakaian ala-ala saya, adalah pasti berpakaian dengan menggunakan pakaian muslimah. Hanya saja saya selalu menggunakan style casual feminin. Mengapa casual? Untuk menghargai diri kita dan orang yang kita temui nantinya. Casual atau semi –formal sesuai dengan saya yang ingin menunjukkan bahwa saya adalah muslimah yang sopan dan menghargai orang lain sebagaimana saya menghargai diri saya sendiri melalui pakaian saya. Dan feminin dapat menunjukkan identitas saya sebagai wanita muslimah. Itulah mengapa style saya adalah casual feminin. Jangan lupa juga bahwa pakaian itu haruslah memberikan rasa nyaman sehingga tidak menghalangi kita untuk beraktivitas.

That’s my style, where’s yours?



salam,
Arlisa Jati W



Note:

Posting ini saya ikutkan dalam olanatics.com 1st Giveaway: Steal The Look. Yuk ikutan posting dan ikutan tantangan olanatics.com 1st Giveaway: Steal The Look, ada hadiah menarik untuk 3 tulisan beruntung, jangan sampai ketinggalan ya, maksimal tgl 25 Mei 2015
 

Note:
Karena periode untuk mendapatkan Olanatics.com 1st Giveaway sudah berakhir maka tags/ label saya edit sesuai dengan klasifikasinya agar post-nya lebih rapi ya mengingat saya ingin mengelola satu blog saja dengan beberapa niche